Selasa, 03 Juni 2008

ORGANISASI DAN STRATEGI PEMBELAJARAN

BAGIAN I

ORGANISASI PEMBELAJARAN

A. Pengertian Organisasi Pembelajaran

Istilah organisasi pembelajaran sebagian berasal dari gerakan “In Search of Excellence” dan selanjutnya digunakan oleh Garrat (Dale, 2003). Namun Geoffrey Holland (Dale, 2003) selanjutnya menyatakan bahwa “jika kita mau bertahan hidup secara individual atau sebagai perusahaan, ataupun sebagai bangsa kita harus menciptakan tradisi perusahaan pembelajaran.” Statemen-nya ini mengacu pada usaha mencari contoh-contoh praktek terbaik sehingga organisasi pembelajar bisa dijiplak dan diperbanyak.

Kondisi ini justru menyebabkan perusahaan-perusahaan berusaha mencari contoh dari perusahaan yang berhasil. Dengan kata lain mereka berusaha mencari organisasi yang paling sempurna untuk dicontoh tanpa menyadari bahwa tidak ada bentuk organsiasi yang seperti itu.

Dengan suatu proses kajian literatur, wawancara dan investigasi lain maka Pedler, Boydell dan Burgoyne (1988) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai berikut: “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri.” Pedler, dkk (1988) menekankan sifat dua sisi dari defenisi tersebut. Suatu perusahaan pembelajar bukan organisasi yang semata-mata mengikuti banyak pelatihan. Perlunya pengembangan ketrampilan individu tertanam dalam konsep, setara dan merupakan bagian dari kebutuhan akan pembelajaran organisasi.

Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang:

1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;

2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan;

3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis;

4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;

Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar perusahaan mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif.

Peter Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem.

Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya pembelajaran organisasi adalah:

1) Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;

2) Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu;

3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi;

4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta - pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;

5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian.

6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah dan tanpa henti untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktek-praktek organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian organisasi pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan perilaku.

Tokoh lain yang memberikan defenisi mengenai organisasi pembelajaran adalah John Farago & David Skyrme (Munandar, 2003). Dalam salah satu tulisan mereka mengatakan bahwa:

“Learning Organizations are those that have in place systems, mechanism and processes, that are used to continually enhance their capabilities to achieve sustainable objectives for themselves and the communities in which they participate.”

Dari uraian di atas dapat dicatat butir-butir berikut ini, yaitu bahwa organisasi pembelajaran adalah:

1) Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya;

2) Secara terus menerus menunjang kemampuan untuk berubah;

3) Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif;

4) Menggunakan hasil pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih baik;

Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi pembelajaran adalah organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di dalamnya.

B. Karakteristik Organisasi Pembelajar

Megginson dan Pedler (Dale, 2003) memberikan sebuah panduan mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu:

“Suatu ide atau metaphor yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi dimana sebagian ciri-ciri organisasi pembelajar dapat dihasilkan”.

Kondisi-kondisi tersebut adalah:

1) Strategi pembelajaran;

2) Pembuatan kebijakan partisipatif;

3) Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia);

4) Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dari keputusan);

5) Pertukaran internal;

6) Kelenturan penghargaan;

7) Struktur-struktur yang memberikan kemampuan;

8) Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan;

9) Pembelajaran antarperusahaan;

10) Suasana belajar;

11) Pengembangan diri bagi semua orang.

Meskipun melakukan semua hal di atas, tidak otomatis suatu organisasi menjadi organisasi pembelajar. Perlu dipastikan bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan. Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam organisasi pembelajar, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara berperilaku dan sistem. Mampu melakukan transformasi dan berubah secara radikal adalah sama dengan perbaikan yang berkelanjutan.

Schein (Munandar, 2003) mengemukakan karakteristik organisasi pembelajar sebagai berikut:

1) Dalam hubungan dengan lingkungan maka organisasi bersifat lebih dominan dalam menjalin hubungan;

2) Manusia hendaknya berperilaku proaktif;

3) Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang baik;

4) Manusia pada dasarnya dapat diubah;

5) Dalam hubungan antar manusia, individualisme dan kolektivisme sama-sama penting;

6) Dalam hubungan atasan-bawahan kesejawatan atau partisipatif dan otoritatif atau paternalistik sama-sama pentingnya;

7) Orientasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek;

8) Untuk penghitungan waktu lebih digunakan satuan waktu yang medium;

9) Jaringan informasi dan komunikasi berkesinambungan secara lengkap;

10) Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama pentingnya.

11) Perlunya berpikir secara sistematis.

Farago dan Skyrme (Munandar, 2003) mengatakan bahwa organisasi pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Berorientasi pada masa depan dan hal-hal yang sifatnya eksternal atau di luar dari diri organisasi;

2) Arus dan pertukaran informasi yang jelas dan bebas;

3) Adanya komitmen untuk belajar dan usaha individu untuk mengembangkan diri;

4) Memberdayakan dan meningkatkan individu-individu di dalam organisasi;

5) Mengembangkan iklim keterbukaan dan rasa saling percaya;

6) Belajar dari pengalaman;

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari organisasi pembelajaran adalah keyakinan bahwa individu adalah proaktif untuk meningkatkan keinginan diri, berusaha maju dan terus belajar dengan menciptakan iklim organisasi yang terbuka dan arus informasi yang jelas. Kondisi ini nantinya akan menghasilkan proses yang terus berkesinambungan dengan tetap mengacu pada kondisi internal organisasi yang pada akhirnya mengacu pada kondisi dan tuntutan eksternal di luar organisasi.

C. Analisis Pembahasan

Sesuai dengan orientasi pengembangan sumber daya manusia dewasa ini, organisasi perusahaan dituntut untuk selalu memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi terutama yang di luar organisasi. Saat ini orang menyadari bahwa perubahan terjadi sangat cepat. Semua aspek mengalami perubahan. Gaya hidup, tradisi, teknologi, perekonomian bahkan kepemimpinan mengalami pergeseran-pergeseran yang jauh berbeda dari dasawarsa sebelumnya. Tidak ada yang menetap saat ini kecuali perubahan itu sendiri.

Iklim persaingan global mengacu pada dua hal: (1) Persaingan antar perusahaan; dan (2) Persaingan antar individu di dalam perusahaan. Kondisi ini berarti untuk sukses maka perusahaan atau organisasi harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya untuk selanjutnya bergerak menuju “perang” yang sebenarnya, yaitu perang antar perusahaan (Pfeffer, 1996)

Melalui penelitiannya, Mc. Clelland (Gibson, 1996) menemukan adanya hubungan motivasi berprestasi (need for achievement) dengan keinginan untuk mencapai suatu tujuan. Jika seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, serta menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pencapaiannya. Kehadiran orang lain akan lebih memacu produktivitasnya. Orang lain dipandang sebagai saingan yang melahirkan perilaku kompetitif dalam pencapaian tujuan yang menantang, yaitu pengembangan aktualisasi. Penelitian tentang motivasi berprestasi ini juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara prestasi dengan keinginan berkompetisi (Johnson, 1981). Kehadiran orang lain juga disebut sebagai pencetus lahirnya evaluation apprehension, yaitu perasaan orang lain turut mengevaluasi penampilan kerjanya (Cotrell, dalam Mc. Clelland, 1987).

Pendapat ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keinginan berkompetisi dengan motivasi berprestasi. Orang-orang yang ingin bersaing dan mengungguli orang lain pada dasarnya memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Menurut Mc. Clelland, bisanya orang dengan n-ach tinggi umumnya memasang target pencapaian yang lebih tinggi dari apa yang bisa ia peroleh. Hal ini yang menyebabkan mengapa mereka selalu berorientasi pada kesuksesan. Selain itu ciri lain yang utama adalah mereka selalu menginginkan perubahan. Bukan hanya menginginkan tapi bahkan menyenangi perubahan.

Kondisi-kondisi yang terjadi di luar dirinya atau di luar organisasi tempat ia bekerja merupakan hal yang memberikan kepuasan baginya untuk ditaklukkan. Untuk itu mereka menuntut agar keinginan menghadapi perubahan difasilitasi oleh organisasi dalam bentuk upaya-upaya pembelajaran dan peningkatan kemampuan (Pedler, dkk dalam Dale, 2003). Pada dasarnya orang-orang dengan jiwa kompetisi yang tinggi tidak menyukai iklim yang permanen. Mereka menuntut perubahan atau transformasi yang dilakukan organisasi secara terus menerus. Cita-cita mereka untuk mencapai “standard of excellent” akan dapat menjadi kenyataan dengan organisasi yang juga proaktif memajukan diri mereka melalui proses pelatihan dan pembelajaran.

Menjadi anggota organisasi pembelajaran berarti berada dalam sebuah organisasi dimana pengajuan pertanyaan dan perubahan adalah hal yang normal (Lundberg, 1995). Dalam istilah-istilah organisasi, tingkat perubahan ini mengharuskan orang melakukan hal-hal yang berbeda dan melihat dunia dengan cara yang berbeda. Mungkin saja orang yang sama bekerja di tempat yang sama, memberikan jasa yang sama persis dengan sebelumnya, tetapi bekerja dengan cara yang sepenuhnya berbeda karena alasan-alasan baru.

Selanjutnya ditambahkan oleh Dale (2003) bahwa hidup di dalam dunia yang berkembang membawa tingkat ketidakpastian yang tinggi. Misalnya, staf mungkin tahu bagaimana visi organisasi karena perhatiannya telah diberikan untuk mendapatkan makna yang sama. Namun, “apa artinya bagi saya” mungkin tidak jelas dan mungkin masih demikian jika pekerjaan tidak dimulai untuk menerapkan visi itu. Visi mungkin tidak berubah esensinya, tapi bagaimana visi itu dilihat dan dipahami mungkin berubah. Visi akan dipandang oleh orang-orang yang berbeda dari perspektif yang berbeda pada waktu yang berbeda dan ditafsirkan secara berbeda.

Sifat yang nisbi dari perubahan membuat orang harus mempersiapkan diri menuju iklim kompetitif. Sesuai dengan pendapat Hendropuspito (1989) kompetisi ditandai dengan penilaian yang berbeda pada cara dan mutu persaingan. Hal ini akan mengarah pada usaha-usaha mempersiapkan diri sesuai dengan persepsi diri individu mengenai persaingan tersebut. Asumsi bahwa manusia pada dasarnya baik dan proaktif mencapai perubahan (Schein, 1992) menjadikan upaya pembelajaran adalah hal yang ditempuh oleh individu-individu untuk mencapai kesuksesan persaingan.

Iklim kompetisi akan menuju pada keanekaragaman perilaku individu dalam mengembangkan diri dan mencapai tujuannya. Di dalam organisasi pembelajaran dikemukakan pula kemampuan dalam “mengelola keanekaragaman” (Dale, 2003). Hal ini berarti bahwa masing-masing individu mempunyai hak untuk menjalankan perbedaan dan harus didorong untuk memberikan kontribusi yang unik. Pengelolaan keragaman membawa konflik keluar, ke dunia yang terbuka. Dengan memahami perspektif dan cara kerja yang berbeda-beda, akan dimungkinkan untuk membangun kualitas organisasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki jiwa kompetisi tinggi akan hidup dalam persaingan dan keinginan saling mengalahkan (Wrightsman, 1993). Dunia baru penuh tantangan yang berbeda-beda sehingga kita perlu mencari cara kerja yang baru. Organisasi pembelajaran yang sedang dikembangkan selain merubah individu didalamnya juga bertujuan untuk merubah system dan cara kerja lama yang dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan perubahan eksternal dan tuntutan peningkatan kompetensi individu didalamnya.

Namun organisasi pembelajaran juga menekankan unsur kolektivisme selain unsur individual dalam pembelajaran dan keinginan berubah (Farago & Skyrme, dalam Munandar 2003). Kondisi ini nantinya tentu akan mengurangi dorongan untuk berkompetisi. Namun perlu juga diingat bahwa kompetisi tidak selalu mengarah pada persaingan individu. Apa yang dikemukakan oleh Hendropuspito (1989) bahwa kompetisi tidak mengandung kekerasan dan ancaman untuk menghancurkan pihak lain. Hal ini memungkinkan persaingan berjalan dengan damai. Artinya individu bisa berusaha untuk maju tanpa melupakan kolektivisme. Davis, K., & Newstrom, J.W. 1989. Human Behavior at Work: Organizational Behavior. Singapore: Mc. G

D. Strategi Organisasi………………………………………………………………
Seperti halnya strategi elaborasi, strategi organisasi bertujuan membantu pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut. Strategi-strategi organisasi dapat terdiri dari pengelompokan ulang ide-ide atau istilah-istilah atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu menjadi sub set yang lebih kecil. Strategi- strategi ini juga terdiri dari pengidentifikasian ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Outlining, mapping, dan mnemonics merupakan strategi organisasi yang umum.

a. Outlining

Dalam outlining atau membuat kerangka garis besar, siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama. Dalam pembuatan kerangka garis besar tradisional satu-satunya jenis hubungan adalah satu topik kedudukannya lebih rendah terhadap topik lain. Sama dengan strategi lain, siswa jarang sebagai pembuat kerangka yang baik pada awalnya, namun mereka dapat belajar menjadi penulis kerangka yang baik apabila diberikan pengajaran tepat dan latihan yang cukup.

b. Pemetaan Konsep. ………………………………………………………………
Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988:149). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin (1985) dalam Dahar (1988:149) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep………………………………………………………………………..

c. Mnemonics………………………………………………………………………
Mnemonics merupakan metode untuk membantu menata informasi yang menjangkau ingatan dalam pola-pola yang dikenal, sehingga lebih mudah dicocokan dengan pola skemata dalam memori jangka panjang.

d. Chunking (potongan)……………………………………………………………
Misalnya seseorang dapat mengingat nomor telepon 10 angka karena ia telah membaginya dalam tiga kelompok, yaitu kode wilayah, kode tempat, dan tiga nomor orang yang dituju………………………………………………………….

e. Akronim (singkatan)……………………………………………………………
Terdiri singkatan misalnya ABRI merupakan singkatan dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia……………………………………………………

f. Strategi Metakognitif……………………………………………………
Metakognisi berhubungan dengan pengetahuan siswa tentang cara berpikir mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat.

BAGIAN II

STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING

A. Latar Belakang……………………………………………………………………
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung.………………………………………………………………….
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).

B. Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning Strategy)

1. Pengertian………………………………………………………………………

Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.………………………………………………………..
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:…………………………………………………
Apa yang saya dengar, saya lupa……………………………………………..
Apa yang saya lihat, saya ingat……………………………………………….
Apa yang saya lakukan, saya paham…………………………………………….
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :
Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit. Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham. Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100 -200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50 -100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik. Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.
Thorndike (Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :
1. law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons.
2. law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar
3. law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.…………………………………………………
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory (ingatan) nya. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Active Learning

Berpusat pada guru

Berpusat pada anak didik

Penekanan pada menerima pengetahuan

Penekanan pada menemukan

Kurang menyenangkan

Sangat menyenangkan

Kurang memberdayakan semua indera danpotensi anak didik

Membemberdayakan semua indera dan potensi anak didik

Kurang banyak media yang digunakan

Menggunakan banyak media

Tidak perlu disesuaikan dengan Pengetahuan yang sudah ada

Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada

Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.…………………………………………………………..
Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggota kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa.

2. Aplikasi Active learning (belajar aktif) dalam Pembelajaran

L. Dee Fink (1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut:

Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.………………………….
Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.………………………………………………………………….
Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri
Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain sebagainya.…………………………………………………….
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Trading Place (tempat-tempat perdagangan), Who is in the Class? (siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV Komersial, the company you keep (teman yang anda jaga), Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik), reconnecting (menghubungkan kembali), dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa model pembelajaran aktif yang disajikan Silberman.

Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik)…………………………………
Metode Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Metode ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi siswa melalui tulisan. Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui percakapan. Prosedur ………………………………
1). Bagikan kartu kosong kepada siswa, 2). Mintalah setiap siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki tentang mata pelajaran atau sifat pelajaran yang sedang dipelajari, 3). Putarlah kartu tersebut searah keliling jarum jam. Ketika setiap kartu diedarkan pada peserta berikutnya, peserta tersebut harus membacanya dan memberikan tanda cek di sana jika pertanyaan yang sama yang mereka ajukan, 4). Saat kartu kembali pada penulisnya, setiap peserta telah memeriksa semua pertanyaan yang diajukan oleh kelompok tersebut. Fase ini akan mengidentifikasi pertanyaan mana yang banyak dipertanyakan. Jawab masing-masing pertanyaan tersebut dengan:………………………………………
a. Jawaban langsung atau berikan jawaban yang berani b. Menunda jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai waktu yang tepat c. Meluruskan pertanyaan yang tidak menunjukkan suatu pertanyaan, 5). Panggil beberapa peserta berbagi pertanyaan secara sukarela, sekalipun pertanyaan mereka tidak memperoleh suara terbanyak. 6). Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dijawab pada pertemuan berikutnya.……………………………………………..

Reconnecting(menghubungkan kembali)………………………………………..
Metode reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan aktivitas tersebut.
Prosedur : …………………………………………………………………………
1). Ajaklah anak didik kembali kepada pelajaran. Jelaskan pada anak didik bahwa menghabiskan beberapa menit untuk mengaitkan kembali pelajaran dengan pengetahuan anak akan memberi makna yang berarti. 2). Tentukan satu atau lebih dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada para peserta didik : a. Apa saja yang masih anda ingat tentang pelajaran terakhir kita ? b. Apa saja yang masih bertahan dalam diri anda ? c. Sudahkah anda membaca / berpikir /melakukan sesuatu yang dirangsang oleh pelajaran terakhir kita ? d. Pengalaman menarik apa yang telah anda miliki di antara pelajaran-pelajaran? e. Apa saja yang ada dalam pikiran anda sekarang (misalnya sebuah kekhawatiran) yang mungkin mengganggu kemampuan anda untuk memberi perhatian terhadap pelajaran hari ini? f. Bagaimana perasaan anda hari ini? 3). Dapatkan respons dengan menggunakan salah satu format, seperti sub-kelompok atau pembicara dengan urutan panggilan berikutnya, 4). Hubungkan dengan topik sekarang.

Pengajaran Sinergetik (Synergetic Teaching)…………………………………
Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang mereka miliki.……………………………………………………………………………..
Prosedur :…………………………………………………………………………..
a. Bagi kelas menjadi dua kelompokb. Salah satu kelompok dipisahkan ke ruang lain untuk membaca topik pelajaran c. Kelompok yang lain diberikan materi pelajaran yang sama dengan metode yang diinginkan oleh guru. d. Pasangkan masing-masing anggota kelompok pembaca dan kelompok penerima materi pelajaran dari guru dengan tugas menyimpulkan/meringkas materi pelajaran.

Kartu Sortir (Card Sort)…………………………………………………………
Metode ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi informasi.…………………………………………………………….
Prosedur :…………………………………………………………………………
a. Masing-masing siswa diberikan kartu indek yang berisi materi pelajaran. Kartu indek dibuat berpasangan berdasarkan definisi, kategori/kelompok, misalnya kartu yang berisi aliran empiris dengan kartu pendidikan ditentukan oleh lingkungan dll. Makin banyak siswa makin banyak pula pasangan kartunya.………………………………………….
b. Guru menunjuk salah satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain diminta berpasangan dengan siswa tersebut bila merasa kartu yang dipegangnya memiliki kesamaan definisi atau kategori.…………………………………………
c. Agar situasinya agak seru dapat diberikan hukuman bagi siswa yang melakuan kesalahan. Jenis hukuman dibuat atas kesepakatan bersama.…………………………….
d. Guru dapat membuat catatan penting di papan tulis pada saat prosesi terjadi.

The Company You Keep………………………………………………………
Metode ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.

DAFTAR BACAAN………………………………………………………………………
Bonwell, Charles C., dan James A. Eison, Active Learning: Creating Excitement in the Classroom,http://www.gwu.edu/eriche.

Dee Fink, L., Active Learning, reprinted with permission of the Oklahoma Instructional Development Program, 1999, http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

McKeachie W., Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher, Boston, D.C. Health, 1986.

Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004.

Pollio, H.R., “What Students Think About and Do in College Lecture Classes” dalam Teaching-Learning Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of Tennesse, 1984.

Silberman, Mel, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.) Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004.

Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset, 1997.

Wenger, Win, Beyond Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning, (terjemahan Ria Sirait dan Purwanto), Nuansa, 2003.

Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta, Gaung Persada Press, 2003.

Sabtu, 17 Mei 2008

Biodata Wahyu Sri Utami

Nama : Wahyu Sri Utami

NIM : 0805136205

Alamat : Jl. Nilam PC 5 32 A Komplek PT Badak Bontang

Telephon : 0548 5100359/ 0548 55 6813

Program : Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Mulawarman

Kelas : Bontang

Cita :
Ingin menambah wawasan tentang pendidikan supaya mengajar menjadi lebih baik.

Kamis, 01 Mei 2008

MANAJEMEN KINERJA GURU

Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.
Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai :… sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.
Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru :
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik”
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “ Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?”. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut.
Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana guru dibimbing dan dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru, kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.
Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.
Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2) mendukung pengembangan profesional. Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar; (2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan pengembangan profesional guru .
Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :
1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan – catatan dalam kelas. Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.
Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak; (2) penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; (5) memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.

Sumber Bacaan :
Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research& Evaluation”. ERIC Digest. .Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee Performance (terj. Ramelan). Jakarta : PPM.
*)) Akhmad Sudrajat, M.Pd. adalah staf pengajar pada Program Studi PE-AP FKIP-UNIKU dan Pengawas Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan

Mengenal Diabetes

Diabet atau kencing manis adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah.

Gambar Penderita Diabetes

SejarahBanyak orang awam menganggap bahwa penyakit Diabet adalah penyakit baru, bahkan adakalanya menganggap penyakit tersebut identik dengan makan kentang dan akhirnya potong kaki.
Menurut catatan sejarah, sebenarnya penyakit Diabet sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Ketika itu pula para ahli di jamannnya telah mengupayakan obat penyembuhnya.Papirus Ebers, Mesir (1500 SM): mengobati Penyakit sering kencingSushrutha, India (400 SM): Penyakit Kencing MaduAreteus (81-138 SM): Memberi nama Diabetes Mellitus. Beliaulah yang kemudian disebut
Bapak Diabetes Mellitus.
Gejala awal:
1. Banyak makan / mudah lapar
2. Gejala lanjutan:
3. Banyak minum / mudah haus
4. Banyak kencing
5. Berat badan menurun
6. Mudah lelah

Seseorang didiagnosa Diabet, bila:
Ada Gejala, dan Kadar Gula Darah Puasa > 120 mg/dl; atau Kadar Gula 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl atau Kadar Gula Darah sewaktu > 200 mg/dl
Tidak ada Gejala, tetapi pada pemeriksaan Laboratorium, didapatkan: Gula Darah Puasa > 120 mg% dan Kadar Gula 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl; atau Gula Darah Puasa > 120 mg/dl dan Kadar Gula sewaktu > 200 mg/dl; atau Gula darah 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl dan Gula Darah sewaktu > 200 mg/dl
(parameter di atas bisa berbeda tiap Rumah Sakit, bergantung kepada referensi yang digunakan dan Standard Operational Procedure)
Bila gula tidak terkontrol atau tidak diobati, maka akan timbul gejala kronis, berupa:
1. Banyak minum / mudah haus
2. Banyak kencing, disertai dengan tanda-tanda:
3. Sering kesemutan
4. Kulit terasa panas dan tebal
5. Kram dan mudah capai,
6. Mudah mengantuk
7. Mata menjadi kabur
8. Gatal sekitar kemaluan, terutama wanita
9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10. Kemampuan sex menurun

Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan dengan bayi berat lahir > 4 kg. Penyakit Diabet / Kencing Manis kebanyakan adalah penyakit Keturunan, bukan penyakit menular. Bisa juga karena sebab lain, misalnya:
Terlalu lama minum obat tertentu, Terkena infeksi virus, dll
Penyakit Diabet tidak harus dijadikan " Momok ", asalkan: Kontrol Gula Darah secara teratur, Minum obat sesuai dosis yang dianjurkan, Diet sesuai anjuran, Olahraga sesuai kemampuan. Bila penderita Diabet dapat merawat dirinya dengan baik, maka akan dapat hidup bahagia bersama Diabet. Bila diremehkan , komplikasi dapat menyerang seluruh anggota tubuh.Kepada penderita Diabet dihimbau agar: Memerangi Diabet dengan cara mencegah dan merawatnya sedini mungkin Memerangi Diabet yang sudah menunjukkan komplikasi dengan cara mengobatinya dengan baik dan teratur agar komplikasi tidak berkelanjutan Komplikasi Diabet:Komplikasi Akut (komplikasi yang segera terjadi dalam waktu penedk):
Hipoglikemi (kekurangan glukosa / gula). Gejalanya: lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dll. Penanggulangan: makan roti, pisang dll
Koma Diabetik (glukosa terlalu tinggi). Gejalanya: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing banyak, mual, muntah, napas cepat. Penanggulangan: Segera ke Rumah Sakit. Komplikasi Kronik (komplikasi yang muncul dalm waktu yang lama, bila kadar gula tidak terkontrol). Bila lengah, dapat terjadi komplikasi kronik yang menyerang seluruh tubuh, dari rambut sampai ujung kaki termasuk alat tubuh di dalamnya. Bila perawatan tertib dan teratur, komplikasi tidak akan muncul.

Apa saja komplikasinya?
Rambut: menipis, mudah rontok
Telinga: berdesing, pendengaran menurun
Mata: makin kabur, mata terasa kering, dll
Lidah: terasa tebal, kenikmatan terganggu
Ludah: mengental, mulut terasa kering
Gigi: mudah goyah
Paru: bila batuk lama
Jantung: mudah terkena penyakit jantung koroner
Lever: mudah terkena penyakit hati
Perut: mudah kembung, dll
Ginjal: mudah terkena gangguan fungsi ginjal
Kandung kemih: sering ngompol
Seksual: menurun
Urat syaraf: kesemutan, rasa tebal, kram, ngilu dll
Pembuluh darah: mengecil dan mudah timbul borok
Kulit: mudah bisulan
Diet DiabetPenderita Diabet secara umum harus mengurangi makanan dan minuman yang mengandung gula. Makanan utama, tidak harus kentang, tetapi sesuai dengan makanan sebelum menderita diabetes, hanya saja menggunakan takaran dan waktu yang dianjurkan oleh dokter anda.Pada prinsipnya, jadwal makan penderita Diabet adalah sebagai berikut:Jadual makan: 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan antara (snack)

Referensi:
http://www.wikimu.com
Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes,
oleh: Prof. DR. Dr. H.Askandar Tjokroprawiro, 2002
www.australianprescriber.com/magazine/27/2/36/8/
www.forumsehat.com